Sabtu, 06 Juni 2009

karekteristik macam-macam media audio visual

A. FILM

Gambar bergerak adalah bentuk dominan dari komunikasi massa. Film lebih dulu menjadi media hiburan dibanding radio siaran dan televisi. Menonton televisi menjadi aktivitas populer bagi orang Amerika pada tahun 1920-an sampai 1950-an. Film adalah industri bisnis yang diproduksi secara kreatif dan memuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika.

Film, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai cerita yang dituturkan kepada penonton melalui rangkaian gambar bergerak. Dari definisi tersebut, kini mendapatkan empat elemen penting, yang akan dibahas dalam diktat ini, yaitu:

1. Cerita

2. Dituturkan

3. Penonton, dan

4. Rangkaian gambar bergerak

Cerita sebenarnya bisa dikisahkan melalui berbagai media, seperti novel, drama panggung, dan sebagainya. Menuturkan cerita melalui rangkaian film tentu saja berbeda dengan apabila kita menuturkan cerita melalui novel misalnya. Oleh karena itu, pertama-tama kita harus memahami karakteristik film. Film menggunakan unsur gambar sebagai sarana utama untuk menyampaikan informasi. Sebagaimana yang kita ketahui, dalam sejarahnya, film adalah kesinambungan dari fotografi. Pada mulanya film masih bisu, baru kemudian unsur suara melengkapi unsur gambar. Gambar dan suara, keduanya secara bersama-sama menceritakan cerita pada penonton. Keduanya mengandung apa yang dinamakan ekspresi. Kita melihat gambar dan mendengar suara. Bahwa film bisu mampu bercerita tanpa unsur suara memberikan kepada kita satu pengertian, gambar mencukupi untuk mengisahkan cerita. Bertutur menggunakan media film adalah pertama-tama bertutur visual. Dengan demikian, apabila kita ingin menuturkan cerita melalui film, maka kita harus berfikir visual. Artinya, berfikir bagaimana suatu informasi akan disampaikan dalam bentuk gambar. Unsur suara (dialog, musik, dan efek) merupakan sarana penunjang.

Unsur suara dipergunakan apabila :
1. Gambar sudah tidak sanggup menjelaskan.
2. Gambar tidak efektif dan efesien.
3. Suara digunakan untuk menunjang mood, suasana atau perasaan.
4. Suara dipergunakan sebagai kebutuan realitas.

Perfilman di Indonesia

Film pertama yang diputar berjudul lady Van Java yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh David. Pada saat perang Asia Timur Raya di penghujung tahun 1941, perusahaan perfilman yang diusahakan oleh orang Belanda dan Cina itu berpindah tangan kepada pemerintah Jepang. Jepang telah memanfaatkan film untuk media informasi dan propaganda. Setelah proklamasi kemerdekaan, maka pada tanggal 6 Oktober 1945 Nippon Eiga Sha diserahkan secara resmi kepada Pemerintah Republik Indonesia. Pada 6 Oktober 1945 lahirlah Berita Film Indonesia atau BFI bersamaan dengan pindahnya Pemerintah RI dari Yogyakarta. BFI bergabung dengan Perusahaan Film Negara, yang pada akhirnya berganti nama menjadi Perusahaan Film Nasional.

Fungsi Film

Khalayak menonton film terutama untuk hiburan. Akan tetapi dalam film terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building. Fungsi edukasi dapat tercapai apabila film nasional memproduksi film-film sejarah yang objektif atau film dokumenter dan film yang diangkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang.

Karakteristik Film

Faktor-faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film adalah layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh dan identifikasi psikologis

Jenis-jenis Film

Bagi seorang komunikator adalah penting untuk mengetahui jenis-jenis film agar dapat memanfaatkan film tersebut sesuai dengan karakteristiknya. Film dapat dikelompokkan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter, dan film kartun

B. FILM DOKUMENTER

Istilah "dokumenter" atau documentary (bahasa Inggris), adalah turunan dari kata Perancis, documentaire. Yang artinya, sebuah film atau pembicaraan yang menggambarkan perjalanan di suatu negeri tertentu. Apakah cara pengambilan gambarnya secara langsung atau direkaulang, sampai tahun 1960-an, film dokumenter yang tradisional adalah urusan tunjukkan-dan-ceritakan (show-and-tell).

Dokumenter bukanlah reproduksi dari realitas, tetapi merupakan representrasi dari dunia yang kita huni. Jika reproduksi diartikan sebagai sekadar meng-copy dari sesuatu yang sudah ada, maka representasi berarti menetapkan pandangan tertentu terhadap dunia. Yakni, suatu pandangan yang mungkin tak pernah kita temui sebelumnya, bahkan sekalipun aspek-aspek dari dunia yang direpresentasikan itu sudah akrab dengan kita atau sering kita lihat.

Kita menilai sebuah reproduksi dari keserupaannya dengan yang asli (orisinal), dari kapasitasnya untuk persis, bertindak sama, dan melayani fungsi dan manfaat yang sama dengan yang asli. Semakin persis atau menyerupai dengan yang asli, semakin baik.

Sedangkan di sisi lain, kita menilai sebuah representasi lebih pada hakikat kesenangan yang ditawarkan, nilai-nilai wawasan atau pengetahuan yang disampaikan, dan kualitas orientasi atau disposisi, nada atau perspektif yang dihadirkan. Kita biasanya mengharapkan lebih banyak dari representasi, ketimbang dari reproduksi.

Hal ini dengan cepat bisa ditunjukkan dalam fotografi. Sebuah lokasi yang akan dipotret mungkin dan seharusnya direpresentasikan secara benar. Namun, sejumlah artis bisa melihat dan merepresentasikan kebenaran lebih banyak dan lebih hebat, dari sekadar seorang biasa yang kebetulan lewat di sana.

Dokumenter adalah apa yang kita sebut "fuzzy concept," suatu konsep yang tidak jelas. Tidak semua film yang disebut sebagai dokumenter memiliki kesamaan yang dekat antara satu dengan yang lain, sebagaimana banyak alat transportasi yang bisa disebut sebagai "wahana" (vehicle).

Dokumenter tidak mengadopsi inventori teknik yang tetap (fixed), tidak terikat pada seperangkat isu/tema tertentu untuk diangkat, serta tidak memperagakan bentuk atau gaya tampilan yang tunggal. Tidak semua dokumenter memiliki perangkat karakteristik atau ciri-ciri yang sama. Praktik film dokumenter adalah arena di mana hal-hal terus berubah. Berbagai pendekatan alternatif terus-menerus dicoba dan kemudian diadopsi oleh yang lain, atau ditinggalkan. Kontestasi terjadi.

Ketidakjelasan definisi muncul sebagian karena definisi-definisi itu berubah bersama waktu, dan sebagian yang lain karena pada setiap momen tidak ada satu definisi pun yang bisa mencakup semua film, yang mungkin kita anggap sebagai dokumenter.

Kita bisa memperoleh pegangan yang lebih baik dalam mendefinisikan dokumenter, dengan mendekatinya dari empat sudut: lembaga, praktisi, teks (film dan video), dan audiens.

Unsur-Unsur yang Dibutuhkan dalam Film Dokumenter

Untuk menghasilkan karya dokumenter yang baik, dibutuhkan sejumlah unsur.

1. kita harus memiliki gambar (footage) yang baik. Yakni, sebuah bukti visual yang mengajukan pernyataan tentang film dokumenter tersebut dalam bahasa visual.

Gambar tentang Tsunami yang melanda kota Banda Aceh itu memang bagus, namun belum cukup. Sebuah dokumenter mungkin saja memprofilkan warga Aceh, yang memilih bertahan hidup di pinggir pantai, meski tahu bahwa sewaktu-waktu Tsunami bisa saja melanda daerahnya lagi.

2. kita harus memiliki ide atau konsep, yang mengekspresikan sudut pandang karya dokumenter tersebut.

Wawancara mungkin bisa membantu merumuskan suatu sudut pandang. Namun, wawancara itu biasanya merupakan cara yang terlalu berat dan merepotkan dalam sebuah dokumenter, untuk menyampaikan suatu gagasan. Wawancara semata-mata tidak lantas menjadikannya sebuah dokumenter. Hal ini karena wawancara tidak menunjukkan topik, tetapi wawancara hanya menunjukkan orang yang sedang bicaratentang suatu topik.

3. kita harus memiliki sebuah struktur. Yaitu, progresi gambar dan suara secara teratur, yang akan menarik minat audiens, dan menghadirkan sudut pandang dari karya dokumenter tersebut, sebagai sebuah argumen visual.

Misalnya, film dokumenter The War Room, karya Chris Hegedus dan D.A. Pennebaker, tentang kampanye Bill Clinton tahun 1992, sebelum menjadi Presiden AS. Film ini dibuka dengan serangkaian gambar di daerah pemilihan New Hampshire, yang menunjukkan problem-problem yang dihadapi Clinton selaku kandidat presiden. Tidak ada wawancara dalam film itu. Yang terlihat adalah interaksi-interaksi, yang menunjukkan apa yang terjadi pada kampanye Clinton saat itu. Ketika menonton film itu, secara bertahap audiens melihat kampanye Clinton akhirnya berhasil mengatasi berbagai hambatan, dalam proses menuju kemenangan.

Membuat film dokumenter, atau feature, diawali dengan ide atau gagasan, dan berakhir dengan paket yang siap ditayangkan untuk audiens. Kita sepatutnya memandang, pembuatan sebuah dokumenter pada dasarnya lebih merupakan problem komunikasi, yakni bagaimana menyampaikan suatu pesan kepada audiens. Bukan sebuah problem teknis (peralatan).

Kemasan Film Dokumenter

Kemasan dokumenter bisa sangat beragam. Mulai dari dokumenter yang di-syut pada situasi apa adanya, sampai dokumenter yang menggunakan gambar reka ulang (reenactment atau recreation), dengan naskah (script) lengkap, dengan persiapan dan perhatian terhadap hal-hal yang detail.

Sejarah dan Biografi

Dokumenter selalu melihat ke peristiwa-peristiwa bersejarah dan biografi tokoh-tokoh penting dan menarik. Saat ini, televisi dan pasar di lingkungan pendidikan, menjadikan sejarah dan biografi sebagai bidang garapan utama bagi pembuat dokumenter.

Sejarah dan biografi adalah laporan sesudah terjadi (after-the-fact) tentang kejadian masa lalu. Problem utama bagi pembuat dokumenter adalah bagaimana menemukan cara, agar karya dokumenter semacam itu secara visual tetap menarik.

Bagi tokoh atau peristiwa di abad ke-20, mungkin masih banyak stok gambar dan foto yang bisa digunakan untuk membuat dokumenter tersebut. Namun, untuk sebuah dokumenter sepanjang setengah jam atau satu jam, butuh usaha keras agar bisa menampilkan tokoh atau peristiwa yang terjadi ratusan tahun lalu. Seperti cerita tentang kejayaan kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa, atau tentang perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda.

Pembuat dokumenter sering mengisi kekosongan atau kurangnya gambar itu dengan wawancara pakar, pergi ke lokasi peristiwa, atau bekas rumah tinggal tokoh sejarah bersangkutan. Tak jarang, pembuat dokumenter juga "meminjam" gambar (footage) dari film fiksi untuk menggambarkan periode, pribadi, atau peristiwa masa lalu. Dalam pembuatan dokumenter Perjalanan Islam di Indonesia, misalnya, produser Trans TV terpaksa meminjam footage dari film Walisongo.

Pendekatan lain adalah reka ulang atau reka adegan (reenactment), penciptaan ulang (re-creating) zaman bersejarah atau orang dan peristiwa dari biografi tersebut. Reka ulang dalam dokumenter harus mengikuti aturan yang sama seperti penciptaan ulang dalam teks sejarah atau teks biografis. Apa yang ditampilkan harus akurat dan benar, sebagaimana yang dipahami pembuat dokumenter.

Tentang Dokudrama (Docudrama)

Sebenarnya, mendasarkan sebuah presentasi dramatis pada orang atau peristiwa nyata atau bersejarah, bukanlah sesuatu yang baru. Ini bisa dilihat pada film-film bioskop seperti Cromwell (film tentang tokoh Inggris), The Longest Day (film tentang Perang Dunia II), dan JFK (film tentang pembunuhan Presiden John F. Kennedy).

Namun, film-film itu adalah fiksi, bukan dokumenter. Film-film itu mungkin berkaitan dengan peristiwa-peristiwa nyata, namun ia tidak dikungkung atau dibatasi oleh kebenaran historis dari peristiwa-peristiwa tersebut. Film-film ini adalah karya fiksi yang diturunkan dari kehidupan atau manusia nyata, dan sejarah peristiwa-peristiwa nyata. Singkatnya, dokudrama tidak sama dengan dokumenter.

Dokumenter Perilaku (Documentaries of Behavior)

Ini adalah dokumenter yang menjadikan perilaku manusia sebagai obyeknya. Dengan adanya kamera dan peralatan perekam yang ringan, yang bisa dengan mudah dibawa ke mana saja, dimungkinkan bagi pembuat dokumenter untuk mengikuti orang dan mengamati perilaku mereka dalam film atau videotape. Pada hari-hari awal sinema langsung (direct cinema), banyak film dibuat tentang orang biasa, yang menjalani kehidupan biasanya. Dokumenter perilaku sampai saat ini masih banyak dibuat orang.

Dokumenter Emosi (Documentaries of Emotion)

Sementara dokumenter perilaku mendorong kita ke suatu arah baru, beberapa praktisi dokumenter mulai mengeksplorasi bentuk lain dari perilaku, yang kita sebut saja dokumenter emosi. Salah satu contoh adalah karya Allie Light, dalam film Dialogues with Madwomen, yang mengeksplorasi dimensi-dimensi emosional dari penderita sakit mental.

Reality Video - Peran Baru bagi Sinema Langsung

Reality video merupakan genre baru dokumenter. Awalnya, ini dimulai dengan program komedi di televisi, yang mengandalkan pada kiriman cuplikan-cuplikan video yang konyol dan lucu dari para penonton. Kemudian, tayangan ini menghasilkan tumbuhnya minat baru pada dokumenter aktualitas (actuality documentary).

Program televisi seperti Cops; LAPD; dan Real Stories of the Highway Patrol, membawa sinema langsung ke layar televisi di rumah kita. Kemunculan program semacam ini dipicu oleh kompetisi ketat antar berbagai pembuat dokumenter, yang menuntut mereka untuk menekan anggaran produksi. Para pembuat dokumenter ini biasanya adalah produser televisi siaran yang bersindikasi dan jaringan (network).

Contoh program sukses dari jenis ini di Indonesia adalah Jika Aku Menjadi dan Termehek-mehek di Trans TV. Dua program inhouse ini sempat meraih rating tertinggi di Trans TV dan menjadi program unggulan di prime time pada Oktober 2008.

C. IKLAN TELEVISI

Televisi merupakan media audiovisual yang canggih. Dengan menggunakan dua elemen kekuatan sekaligus yaitu audio dan visual menjadikan televisi sebagai media promosi yang sangat mahal. Sebuah tayangan 60 detik saja akan dapat disaksikan serentak oleh puluhan juta bahkan ratusan ribuan juta pasang mata di seluruh dunia.

Program di televisi memiliki kekhasan tertentu yang mempengaruhi pemirsanya. Dengan demikian , pemirsa terbagi pada program televisi yang disukainya. Misalnya, acara film anak-anak pada pagi dan petang hari menjangkau khalayak anak-anak. Acara memasak, sinetron, dan kesehatan menjangkau ibu-ibu rumah tangga. Dan acara diskusi politik, berita, film-film detektif menjangkau para pria berpendidikan.

Yang jelas media televisi merupakan media audiovisual sehingga estetika yang dituntut menyangkut indra pendengaran dan penglihatan. Untuk itu copywriting untuk iklan televisi memiliki karakteristik tertentu.

Karakteristik Iklan Televisi

Televisi merupakan media audiovisual sehingga penonton dapat melihat produk yang diiklankan di televisi secara maksimal. Dengan demikian, iklan di televisi mempunyai karakteristik sebagi berikut.

1. Pesan dari produk dapat dikomunikasikan secara total, yaitu audio, visual, dan gerak. Hal ini mampu menciptakan kelenturan bagi pekerja kreatif untuk mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna, drama, humor, dan lain-lain.

2. Iklan di televisi memiliki sarana paling lengkap untuk eksekusi

3. Iklan ditayangkan secara sekelebat.

Format Iklan Televisi

Rancangan untuk iklan di media ini, disamping memuat pesan iklan yang verbal untuk diperdengarkan, juga memuat visual (gambar) untuk diperlihatkan kepada pemirsa. Oleh karena itu, rancangan iklan televisi, memuat:

1. Script yang terdiri dari dua kolom.

a. Satu kolom sebelah kiri dibuat untuk melukiskan rentetan adegan. Kolom kiri ini disebut dengan judul visual atau video.

b. Kolom sebelah kanan dibuat untuk menjelaskan suara apa saja yang harus atau akan terdengar pada saat visual ditampilkan.

Script ini merupakan panduan untuk membuat storyboard.

2. Gambar

Gambar yang ditampilkan produk yang ditawarkan, gambar orang, kartun, maupun adegan lain sesuai dengan jalannya cerita yang tertera dalam script.

Rancangan iklan televisi yang memuat script dan gambar inilah yang disebut dengan storyboard. Stor board ini merupakan panduan bagi film director atau sutradara pada saat shooting dilaksanakan. Gambar-gambar dalam storyboard menggambarkan lajur visual dalam script. Sedangkan teks (yang dalam storyboard biasanya ditulis di bawah atau disamping gambar) melukiskan kolom atau lajur audio/sound dalam script.

Menulis script sebaiknya jangan terlalu rinci dalam hal teknik pengambilan gambar, agar tidak membatasi kebebasan sutradara atau kameraman dalam melakukan pengambilan gambar. Gambar-gambar yang ada pada storyboard hanyalah key frames (gambar utama dari serangkaian adegan)

Dalam satu detik, film bergerak terdiri dari 24 -25 frame. Tidak mungkin strory board dibuat untuk memenuhi tuntutan tersebut. Jumlah 24-25 frame tersebut disebut kecepatan normal untuk mata manusia. Bila kurang dari jumlah tersebut, hasil filmnya akan menjadi film berkecepatan lamban (slow motion). Jika kebetulan copywriter memang menguasai bidang kamera, sebaiknya dibicarakan secara lisan dengan sutradara.

Memang idealnya, seorang copywriter iklan televisi -- mengenal atau mempelajari bagaimana membuat film. Dia harus tahu teknik dasar menggunakan kamera (termasuk istilah-istilahnya) agar mampu meningkatkan kreativitas dalam menciptakan film iklan. Kecuali itu, pengetahuan ini diperlukan agar nantinya ketika storyboard itu diproduksi, ia dapat mengerti penjelasan dari sutradara dan biasa berkomunikasi dengan kameraman di lapangan. Bahkan sampai hasil shooting itu diedit, ia mampu berdiskusi dengan editor film.

Peralatan yang Digunakan dalam Pembuatan Iklan Televisi

Berikut ini peralatan untuk memproduksi iklan televisi

1. Tokoh, dapat terdiri dari bintang film, tokoh masyarakat, anak-anak, ataupun tokoh kartun yang mampu mendukung gambaran brand.

2. Suara manusia atau voice biasanya disingkat VO.

Suara manusia terdiri dari suara perempuan atau female voice yang disingkat FVO dan suara laki-laki male voice yang disingkat MVO

3. Musik

4. Lagu/jingle

5. Sound effect (SFX)

6. Visual effect

7. Super (super imposed), yaitu huruf, tulisan, atau gambar grafis yang dimunculkan atau dicetak di atas gambar. Biasanya super menampilkan nama atau merk produk, nama perusahaan, slogan, dan lain-lain dengan maksud melengkapi atau memperjelas pesan.

8. Warna

D. VIDEO KLIP

Musik pada awalnya hanya dapat dinikmati melalui kaset. Dan dengan berkembangnya teknologi, maka, sekarang musik dapat dilihat visualnya melalui video klip dan itu merupakan peluang bisnisnya, yang sekarang juga sudah mulai berkembang. Video klip sendiri adalah bagian dari Program Acara Televisi Nondrama yang paling mudah untuk diingat. Hampir semua stasiun televisi mempunyai Acara Musik dengan format Repacking Video yang menggunakan materi video klip sebagai pengisi acara.

Menghasilkan sebuah video klip yang penulis buat sebagai acuan untuk menggugah apresiasi masyarakat umum dan dalam dunia komunikasi visual tentang karya video klip yang merupakan wujud dari cerita sebuah lagu yang hendak ditampilkan. Tampilan dari video klip tersebut adalah sebuah cerita pendek yang berdurasi + 5 menit sesuai dengan lagu tersebut. Dan untuk membuat video klip tersebut sesuai dengan lagu yang hendak disampaikan agar dapat diterima dalam wacana masyarakat Indonesia secara umum dan dalam dunia komunikasi visual.


1 komentar:

NoviHanabi mengatakan...

trus.. ada alternatif film dokumenter yg bagus ga???

ApaYangTerlihat.blogspot.com
comment ea..

Posting Komentar